Senin, 11 Juni 2018

Warna

Setiap orang memiliki rasa sayang yang berwarna, ada yang ia menyayangi maka ia mengekangnya karna takut lepas, ada juga ia yang menyayangi maka membiarkannya terlepas.
Semua sama saja.
Itu adalah warna.

Kamis, 08 Maret 2018

cerpen#1 KEPERGIAN AJENG



KEPERGIAN AJENG
                Maafkan aku, setelah ajeng hadir dalam hidupku aku merasa dia adalah wanita yang paling bisa mengerti perasaanku dibanding wanita lain setelah bunda. Itu kata yang kubalas pada rahma setelah dia menembakku dalam SMS. Ajeng, kau itu seperti kamar bagiku, kau menjadi ranjang saat aku merasa lelah, kau menjadi meja belajar saat aku ingin serius, kau menjadi gitar saat aku merasa kesepian, kau menjadi selimut saat aku butuh kehangatan, kau itu bulan sabit yang selalu tersenyum saat mataku kegelapan melihat langit malam. Entah sampai kapan aku harus seperti ini padamu,  meskipun aku tahu, sampai kapanpun kita tidak akan pernah bisa bersama seperti orang orang yang saling mencintai pada umumnya, meskipun aku tahu kita hanya akan bisa saling memberi, mengasihi, menerima kekurangan, dan saling bahagia pada satu sama lain, karna apakah kalian tahu? Ajeng itu adalah saudari perempuanku dengan selisih satu tahun denganku.
Tok…tok…tok..
“kakaaak, aku ingin bicara”
Itu suara ajeng. Aku melangkah membuka pintu dan membiarkan ajeng masuk kamarku.
“ada apa jeng?”
“apa kakak itu tidak bosan hanya diam dikamar saja? Ayo antar aku mengirim paket ini ke panti, bunda yang suruh”.
                Ajeng menunggu diluar kamar karna aku harus berganti pakaian, dan aku ingin bertanya, ada apa bunda tiba tiba menyuruhku ,mengantar ajeng ke panti? Biasanya ajeng pergi dengan bunda.
Bunda itu… memiliki sikap yang berbeda saat berbicara padaku dan pada ajeng, bunda adalah bunda, ibu yang melahirkanku pada saat berbicara denganku. Dan bunda adalah teman komplek pada saat ia berbicara dengan ajeng.
“Angga, mobil bunda lagi diservice, kamu naik motor pak Boni saja”. Ibu memberikan kunci motor pak boni si tukang bersih bersih rumah itu padaku.
Dijalan ajeng berbicara dengan nada tinggi “Kak.. aku suka hujan. Dia itu hangat. Seperti pelukan. Lihaaat.. hujan ini jatuh kepelukanku, pelukannya lebih hangat dari pelukanmu”.
“Hahaha… jika hujan itu hangat, mengapa tanganmu sangat dingin meskipun tertutup jas hujan?”. Kuucap itu sambil kupegang tangannya yang sedang memelukku.
“Bukan hujan penyebabnya, tapi kamu penyebabnya. Tanganku grogi karna sedang memeluk orang yang paling aku sayangi”.
“Hahaha.. sayang kita saudara”.
Setelah aku berbicara seperti itu, aku bisa melihat dari kaca spion bahwa ajeng tersenyum tapi alisnya mengerut seperti mau menangis.
                Sampai dipanti asuhan hujan sudah tidak terlau deras, hanya gerimis kecil yang mungkin akan terasa seperti tertabrak oleh nyamuk jika mengenai wajah. Ajeng turun dari motorku, ia melepas jas hujannya dan langsung berlari kedalam panti. Dia itu pelupa seperti nenek tua, dia meninggalkan paket untuk panti digantungan depan motor. Ajeng, apa kau itu wonder woman? Mengapa kau bisu padaku saat kau membawa paket yang isinya seperti bongkahan besi ini? Aku ini lelaki yang wajib merebut hal yang membuatmu tersiksa, terserah kau  mau atau tidak.
“Ibuu… apa ibu tidak kangen padaku? Ibu tidak pernah telpon bunda”.
Aku hanya tersenyum melihat ajeng memeluk bu aisyah, pemilik panti asuhan cinta kasih yang sering didatangi oleh bunda.
Setelah itu, ajeng berbisik pada bu aisyah entah tentang apa, lalu kulihat bu aisyah tertawa “mengapa kamu basah basahan kalau kamu ini sedang menstruasi”. Ups! Aku mendengarnya, hehehe. Ajeng langsung lari kedalam kamar mandi.
Aku dan ajeng disuguhkan teh tawar panas dan lapis legit dari medan oleh bu aisyah, kami bertiga duduk diruang tamu dan berbincang tentang anekdot yang tidak terlalu penting sambil menunggu hujan reda.
                Setelah  hujan reda, aku dan ajeng pamit pulang, ajeng pamit dengan memeluk bu aisyah dan bu aisyahpun membalasnya dengan mencium seluruh wajah ajeng “Anak ibu yang cantik”. Kata bu aisyah. Aku hanya mencium tangan bu aisyah dan mengucap salam.
“dah ibuuuu…”. Ajeng melambaikan tangannya dari atas motorku dan aku membunyikan klakson.
“kak, ternyata udara setelah hujan itu lebih dingin dari air hujannya ya”.
“Sini…”. Aku melepaskan tangan kiri ku dan memberikannya pada ajeng. Ajeng menggenggam tanganku dan aku bawa tangannya untuk memegang dadaku agar telapaknya tidak dingin.
“Angga, detak jantungmu sangat kencang dan senada dengan detak jantungku”. Ucap ajeng sambil meletakkan tangan yang  kupegang pada jantungnya. “Oh ya, sepertinya kamu paling kenyang ya pada saat hujan tadi karna tidak ada yang menutupi badanmu, jadi hujan bisa dengan bebas memelukmu melebihi kebebasanku”.
“Hahaha ada ada saja kamu ini”. Aku bercanda diatas motor dengan ajeng tanpa memperdulikan keselamatanku sampai kepalaku tiba tiba terasa sakit, ada suara nyaring ditelingaku, seperti teriakan wanita, tapi… tanganku kosong, kemana tangan ajeng yang sedang kugenggam tadi? Dan mengapa aku sangat mengantuk, aku tidak kuat membuka mataku lebih lama lagi.
                Apa aku sudah mati?
“bundaa… Angga….”. ajeng menangis
“Sabar sayang….”. bunda mengelus kepala ajeng.
Satu inci mataku terbuka dan melihat semuanya. Dan aku juga melihat bunda keluar bersama dokter, tapi ajeng menghampiriku sambil menangis, aku hanya memperhatikannya. Rasanya, urat syaraf mulutku sangat tegang sampai aku merasa pusing saat mau membuka mulut untuk bicara pada ajeng.
 “ Ajeng, kamu jangan hawatir, aku masih hidup”. Ucapku dalam hati.
Kulihat lagi bunda masuk dan membawa ajeng keluar ruangan. Entahlah mau apa, aku mau tidur saja.
“Ajeng, kamu ini kan memiliki golongan darah yang sama dengan bunda dan angga, apa kamu mau memberikan darahmu pada angga? Bunda tidak bisa nak, bunda hanya memiliki Ph 12”. Kata bunda pada ajeng.
“Aku mau bunda, aku akan lakukan apa saja untuk angga”.
Sudah kubilang ajeng itu adalah harta yang tak ternilai harganya. Bagaimana bisa aku menyakiti hatinya saat dia mempercayai aku untuk menjaga hatinya yang sudah ia berikan padaku.
                Ada sedikit percakapan penting suster dan dokter diruang donor setelah ajeng keluar.
“Dok, saya melihat darah ditengah ranjang pasien yang bernama ajeng, padahal kan donor itu ditangan yang tidak menentuh ranjang”.
“Apa dia sedang menstruasi? Tapi mengapa Ph tubuhnya cukup untuk melakukan donor darah?”.
Entah apa yang terjadi setelah itu dirumasakit, aku tidak tahu. Sudah tiga hari ini setelah aku dipindahkan keruang rawat inap biasa, aku tidak pernah mencium wangi parfum ajeng lagi. Apa dia baik baik saja? Atau apakah dia marah padaku?
                Tiga hari kemudian aku pulang kerumah dan sontak mataku terpana pada ruang TV, ada ajeng disana.
“Hey hey hey…  Lihat siapa yang tidak menengokku dirumah sakit seminggu ini?”.
“hehe… maaf ka. Aku sangat lemas dan pusing jadi aku tidak bisa pergi menemuimu”. “kak.. kamu percaya kita ini adalah saudara?”.
“Kamu kenapa?”. Aku sangat kaget dengan pertanyaan ajeng itu, jantungku kembali keatas motor saat kupegang tangan ajeng, sungguh. Berdegup sangat kencang. Apa yang terjadi pada ajeng?
“Kalau kita ini saudara, aku ingin nanti sholat bersama kakak, dan… tidur bersama kakak”.
Tuhan…. Apa yang terjadi padanya?
Aku tidak berkata dan langsung memeluk ajeng, tapi ajeng tidak membalas pelukanku, aku semakin penasaran. Apa yang sedang terjadi tuhan? Dan satu lagi pertanyaanku, kenapa ajeng selalu memanggilku kakak, biasa nya dia memanggilku angga.
                Aku dan bunda makan malam dimeja makan, tapi ajeng tidak ikut, kata bunda dia sudah makan terlebih dahulu karna dia mengantuk. Setelah makan, aku datang kekamar ajeng dan kudapati dia sedang berbaring diranjang.
“kau bilang, kita akan sholat bersama, kenapa kau malah tidur?”. Aku mengusap rambutnya dan berdiri untuk meninggalkannya tapi ajeng tiba tiba memanggilku.
“Angga.. kau bilang kau akan tidur bersamaku malam ini?”.
“iya, aku akan tidur bersamamu…”.
Aku membaringkan badanku disamping ajeng dan masuk kedalam selimut ajeng. Ajeng langsung menghadap padaku dan menyentuh wajahku yang juga menghadap pada ajeng. Tapi.. ajeng tidak berkata apa apa, aku memejamkan mataku.
“Angga… jadi kau berfikir kalau kita ini saudara ya.. andai saja kalau aku ini orang berada, aku pasti akan mengambil satu helai rambutmu untuk tes DNA dan menunjukannya padamu. Apa kau ini bodoh atau hanya berpura pura tidak tahu. Kamu tidak tahu mengapa kita tidak pernah sholat bersama, tidak pernah tidur bersama? Jadi.. bunda tidak memberi tahu mu ya.. angga, kita ini bukan saudara, aku ini adalah anak panti asuhan cinta kasih yang tinggal dirumah bunda, bahkan bunda tidak mengadopsiku sebagai anak angkatnya.  dan, mengapa aku ini sangat bodoh, aku tidak ingin memberi tahu mu karna aku takut kamu tidak bisa menerimaku kecuali sebagai saudara mu. Maafkan aku, Angga. Malam ini, aku berbuat dosa padamu, aku tidur dengan lelaki yang bukan mahromku, tapi aku yakin, kita tidak akan pernah bisa bersama setelah ini. Angga.. kau itu ada dikehidupanku dan didalam impianku, pergilah. Atau aku yang akan pergi  meninggalkanmu. Tapi, kamu harus tahu.  Aku mencintaimu , Angga. Sungguh”.
“apa????? Aku ingin membuka mataku dan ingin bertanya seribu pertanyaan padanya, tetapi aku juga  memiliki seribu alasan untuk tidak menanyakannya” aku tetap dalam mataku yang terpejam dan hatiku yang hancur dengan pernyataan ajeng itu.
Setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi lagi, aku tertidur semalam, bersama ajeng, seseorang yang telah menemaniku selama 14 tahun, tetapi dia bukan siapa siapa dalam keluargaku, pantas saja aku sangat mencintainya karna yang kulihat itu ajeng adalah wanita lain, bukan adikku.
                Aku sudah sarapan pagi ini sendiri, dikamarku. Aku masih tak menyangka dengan semua ini, benar benar tak menyangka.
“Anggaaa….”
Itu suara bunda. Aku langsung berjalan menuju dimana bunda berada. Kau tahu dia dimana? Dia ada dikamar ajeng.
Yang kutemukan disana ada selimut yang jatuh, lampu yang menyala, ajeng yang masih tidur terlentang, dan bunda yang menangis. Apa?? Bunda menangis sangat kencang tapi mengapa ajeng tak kunjung bangun?
“Bu, saudari ajeng memiliki anemia, tapi saat ia mendonorkan darah pada pasien angga, ia dalam keadaan menstruasi, kami menemukan darah diranjang pasien”.
Itu penjelasan dokter
“Apa?? Ajeng mendonorkan darah padaku? Bunda! Apa yang bunda lakukan? Kau itu ibuku! Mengapa kau malah membiarkan oranglain menyelamatkan hidup anakmu? Apa yang kau fikirkan?”. Aku menangis tak tertahan, sangat tidak menyangka ajeng akan mati konyol seperti ini.
Bunda membisu, dia hanya menangis.
Mungkin nanti, ada waktu bunda menjelaskannya padaku.
                Tak kusangka aku ikut menangis diruang tamu bersama bunda, bu aisyah, pak boni, dan semua warga komplek. Ya. Kau benar. Ajeng. Wanita yang sangat amat kucintai, telah pergi dari pelukanku, pergi dari rumah ini, pergi dari dunia ini, dia, telah meninggalkanku untuk selama lamanya. Entah mengapa rasa marahku pada ajeng dan bunda tiba tiba lebur seperti es yang disiram oleh air panas, air panas itu adalah air mataku yang mengalir hari ini, aku ingin melampiaskan kesalku melebihi hanya sekedar airmata, aku harus bagaimana ajeng? Tolong aku.
                Tidak ada yang sepertiku hari itu, bunda, mengobrol dengan warga dan orang orang yang tak kukenal mengenai ajeng, ada teman teman ajeng diteras, mereka tidak masuk karna didalam penuh, tapi aku melihat mereka sedang cekikikan disana, entah apa yang mereka bicarakan, apa situasi ini adalah lelucon? Aku tahu mereka datang hanya bukan karna merasa kehilangan ajeng, bukan karna sahabat mereka pergi meninggalkan mereka, tapi.. karna mereka malu bila tidak kemari  karena mereka kenal pada ajeng. Persetan kalian semua!
                Aku sadar akan semua ini, tentang cerita bunda mengenai kematian ajeng, tentang orang orang yang tak peduli pada ajeng, tak apa. aku tak peduli. Ajeng, bagiku, kau ini masih ada. Tubuhku selalu hangat oleh darahmu, belum lagi… kau sering merindukanku kan? Terbukti. Kau selalu meminta pada tuhan untuk menurunkan hujan, kau selalu ingin memelukku. Benar kan? Ajeng, apa aku sudah menjadi manusia terpuji sepertimu dari atas sana? Aku rindu, ajeng. Cepat jemput aku.
Aku berjalan bersama hujan, sepulang sekolah.


Maret, 2018.

Jumat, 23 Februari 2018

Perkenalan

Haihaihaiii semua pembaca blog-ku. Ada pepatah nih katanya 'tak kenal maka tak sayang'... Jadiiii sebelum aku 'memposting' cerpen pertama ku, aku bakalan sedikit perkenalan dulu tentang diriku.
Who's I ?
Namaku BRIGITTA OCTAVIANI dan disapa gita, aku ini asli 100% kuningan jawa barat tepatnya aku lahir pada tanggal 01 oktober 1999 (masih muda) haha. Sebenarnya menulis cerpen ini hanya sebuah hobiku karna sejujurnya aku ini mahasiswa jurusan 'ILMU KOMPUTER' hehe doakan yaa....
Mungkin segitu saja ya perkenalan disini, kalau ingin mengetahui lebih banyak langsung aja kepoin ig-ku : @gittaoctvn

Oh iya, semoga cerpen yang kutulis ini bisa bermanfaat ya untuk kita semua. Salam kenal :)